Memanen Rahmat Menjelang Subuh


“Wahai Tuhan kami, terimalah (amalan) kami. Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. Wahai Tuhan kami, (jadikanlah) di antara anak-anak kami umat yang tunduk patuh pada Engkau dan tunjukkanlah pada kami cara-cara dan tempat-tempat ibadah haji kami, dan terimalah taubat kami. Sesungguhnya Engkaulah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang,” (QS. Al-Baqarah: 127-128).

*****


Seperti biasa, kemacetan ibukota memuncak setiap Senin. Tak kecuali Senin pertengahan Februari lalu, saat TAUBAH berkesempatan melakukan silaturahim dengan Dr. Dewi Motik Pramono, Msi, di kediamannya yang asri di kawasan Jl. Surabaya, Jakarta Pusat. Hawa di kawasan sebelah Cikini itu begitu sejuk. Acara silaturahim nan santai itu pun semakin akrab saat teh hangat mulai terasa kenikmatannya.

Berbincang dengan Dewi Motik, demikian biasanya ibu cantik ini disapa, selalu ramai dan tak menjenuhkan. Ada saja celoteh cerdas yang menggambarkan keluasan pengetahuan pendiri Ikatan Wanita Pengusaha Indonesia (Iwapi) ini. Mulai dari obrolan ringan tentang taman di samping kolam renang di belakang rumah, hingga permasalahan keluarga dan wanita Indonesia saat ini.

Sebagai perempuan yang selalu bangga dengan posisi ibu rumah tangga, Dewi begitu fasih membagi pengalamannya mendidik anak-anak dan menjaga keharmonisan rumah tangganya. Kesan itu begitu dalam ketika ibu dari Moza Pramita Pramono dan Adimaz Prarezeki Indra Muda ini membeberkan sejumlah ‘rahasia’ keharmonisan keluarganya.

‘Rahasia-rahasia’ itu di antaranya muncul saat subuh. Ya, saat itulah keharmonisan keluarga Dewi berawal setiap harinya. Ada apa dengan subuh? Menurut istri dari Pramono Soekasno ini, ada beberapa hal yang ia temukan saat subuh. Pertama, saat subuh adalah pertama kali manusia dibukakan matanya setelah sebelumnya dimatikan oleh Allah. “Saya bilang kepada anak-anak bahwa setelah bangun tidur, biasakan membaca doa bangun tidur kemudian membaca hamdalah, syahadat, istigfar, Al-Fatihah, dan Al-Ikhlas sebanyak sebelas kali,” paparnya membagi resep.

Alasan yang kedua, subuh memberikan suasana kasih sayang yang luar biasa. “Peluk pasangan hidup kita sebagai tanda kasih sayang. Saat memeluk pasangan hidup inilah masing-masing aura kuat sekali. Kalau belum memiliki pasangan hidup, kita ucapkan banyak pujian kepada Allah SWT. Hal ini penting karena kita baru dihidupkan kembali setelah mati,” tambahnya.

Dalam keluarga Dewi, saat subuh memang selalu spesial. Setelah melakukan dua tahapan di atas, Dewi dan anak-anaknya selalu melaksanakan salat subuh berjamaah yang dipimpin oleh sang kepala keluarga. Ini adalah tradisi yang telah berlangsung lama sejak Dewi kanak-kanak. Dahulu, kenang Dewi, ibunya tak pernah bosan mengajak Dewi dan saudara-saudaranya melaksanakan salat subuh berjamaah.

Dalam memilih calon menantu pun, Dewi dan Pramono memiliki syarat mutlak. Mereka tidak mementingkan seberapa kaya calon menantu. Saat Moza akan menikah, Dewi dan Pramono hanya memberikan syarat agar calon suami Moza itu bisa menjadi ‘Imam’ dalam salat. Mereka tidak ingin melihat keluarga Moza nantinya melaksanakan salat secara terpisah (sendiri-sendiri). “Apapun itu, salat berjamaah lebih baik 27 kali di banding salat sendiri. Kalau belum bisa menjadi ‘Imam’, tolong jangan kawini dulu anak saya,” tegas Dewi.

Rahasia lainnya adalah komunikasi. Meski anak keduanya, Adimaz, saat ini tengah menimba ilmu di London, Inggris, Dewi selalu menyempatkan diri untuk menjaga komunikasi dengan Adimaz. “Biasanya dua minggu sekali. Sekarang ini kan serba mudah. Angkat telepon, langsung ngobrol,” ujar mantan none Jakarta ini.

Sedangkan komunikasi dengan Moza, Dewi melakukannya hampir setiap saat. Maklum, Moza dan Panya Siregar, suaminya, memiliki kesibukan di Jakarta. Apalagi, Dewi mengaku selalu kangen kepada cucunya, Malik.Arifin Siregar.

Bahkan untuk berkomunikasi, Dewi telah membiasakannya saat Moza dan Adimaz masih bayi. “Saya punya pandangan, jangan pernah menganggap anak yang tidur itu betul-betul terlelap. Biasakan menyapanya meski pun kita baru pulang larut malam. Peluk anak kita dan berikan doa saat mereka sedang tertidur, kemudian berikan kata-kata indah, betapa sayangnya kita kepada mereka,” tegasnya.



Rahasia Ya Sin

“Kalau musik Bethoven dan Mozart saja bisa dikatakan dapat memicu otak bayi di dalam kandungan, kenapa tidak dengan bacaan ayat-ayat suci Alquran?” Barisan kalimat ini begitu tegas dilontarkan Dewi yang kini juga aktif sebagai koordinator Aliansi Perempuan Untuk Pembangunan Berkelanjutan (APPB) bidang lingkungan hidup ini.

Sejak dulu, orang tua di negeri ini terbiasa menyanyikan lagu saat akan menidurkan anaknya. Kebiasaan ini, menurut Dewi, merupakan hal positif sebagai bagian dari proses pendidikan. Namun, lebih baik lagi jika dilakukan lebih dini, saat anak masih di dalam kandungan. Apalagi, yang diberikan adalah bacaan-bacaan mulia seperti Alquran dan shalawat.

Memberikan pendidikan kepada anak, menurut Dewi, merupakan keharusan bagi orang tua. Baginya, keluarga merupakan sekolah pertama bagi anak-anaknya, meski semua anaknya disekolahkan di sekolah islami. Sejak masih kecil, selain dibiasakan melaksanakan salat subuh berjamaah, Dewi pun menanamkan pentingnya menjaga salat kepada anak-anaknya. Sebab dengan menjaga salat, menurutnya, kehidupan anak-anaknya pun akan tertata rapi sesuai kaidah dalam Islam.

“Dalam mendidik anak, bagi saya, yang penting adalah agama. Apa pun bisa saja terjadi pada anak-anak kita, dan pelindung yang paling utama adalah agama. Bisa saja anak saya melakukan kesalahan. Namun, dengan memiliki pengetahuan agama yang benar, maka dia bisa secepatnya sadar dan menemukan solusinya,” paparnya.

Pendidikan agama yang telah ditanamkan Dewi kepada anak-anaknya sejak kecil, sudah lama terlihat hasilnya. Misalnya, ketika Moza dan Adimaz masih belajar sepatu roda, tak jarang mereka berhenti untuk salat saat adzan terdengar. Moza dan Adimaz memang dibiasakan membawa peralatan salat ke mana pun.

Hati Dewi pernah terharu bercampur bahagia saat menelepon Adimaz, beberapa waktu lalu. Adimaz minta dititipkan buku “Ya Sin” kepada temannya yang sedang berlibur di Jakarta. Buku “Ya Sin” yang pernah diberikan Dewi untuk Adimaz ternyata telah sobek di bagian cover-nya karena sering digunakan. “Mah, minta buku yang cover-nya tebal, ya...” pinta Adimaz di telepon.

Tentang buku “Ya Sin” ini, Dewi memang memiliki kesan tersendiri. Dewi sering berpesan kepada anak-anaknya bahwa obat pelipur lara yang paling mujarab adalah membaca Alquran. “Dan surat Ya Sin adalah jantung Alquran. Jadi sering-sering lah membaca Ya Sin agar hati kita selalu tenang,” kata Dewi memberikan nasihat.

Mengajak Anak Bergaul dengan Dhuafa

Sebagai sosok ibu rumah tangga dan wanita karir yang aktif dalam berbagai kegiatan usaha dan kemasyarakatan, tak jarang Dewi mengajak Moza dan Adimaz dalam kegiatannya. Pelbagai kegiatan sosial seperti menyantuni anak yatim, piatu, fakir, dan miskin yang dilakukan Dewi hampir pasti melibatkan kedua anaknya tersebut. Dewi memiliki moto, tangan di atas lebih baik dari pada tangan di bawah.

Tampaknya, Dewi memang ingin memberikan pendidikan sosial kepada kedua anaknya. Salah satunya adalah menanamkan jiwa penyantun seperti meminta Moza dan Adimaz menyerahkan bantuan secara langsung, baik berupa barang atau uang recehan kepada kaum dhuafa. “Bagi kita yang sudah dewasa, mungkin, menjadi hal biasa. Tapi bagi anak-anak, hal tersebut menjadi sebuah metode pendidikan yang sangat berkesan,” jelas Dewi.

Nyatanya, pendidikan seperti itu betul-betul membekas bagi Moza dan Adimaz. Saat Malik, putra Moza dan Panya Siregar, berulang tahun kali pertama, Moza membawa Malik ke tempat anak-anak yatim piatu. Usia satu tahun Malik pun dirayakan dengan kegembiraan bersama anak-anak kurang beruntung itu. Tampaknya, Moza ingin menanamkan jiwa penyantun kepada anaknya.

Beberapa minggu lalu, saat Moza mengunjungi rekannya yang menjadi dokter di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM), rasa kaget singgah di dadanya. Moza melihat para pasien yang hampir semuanya adalah kaum miskin. Kekagetannya bertambah saat melihat betapa kotornya lingkungan rumah sakit umum itu.

Dalam hatinya, Moza memiliki ide untuk memberikan sejumlah kupon bagi beberapa pasien. Kupon ini dapat ditukar dengan sejumlah uang yang secara langsung dapat diakses di bank. Rencananya, niat itu akan direalisasikan saat Malik berulang tahun kedua kalinya.

Management by Love

“Cinta itu ibarat tanaman. Dia perlu perhatian dan perawatan. Jika tidak, maka tanaman akan layu dan pelan-pelan mati. Untuk tanaman diperlukan air dan pupuk. Untuk cinta diperlukan perhatian dan kasih sayang. Tanpa perhatian dan kasih sayang mustahil cinta akan dapat terus tumbuh. Tanpa cinta, rumah tangga akan terasa hambar, bak sayur tanpa garam.”

Paragraf di atas merupakan sebagian kecil barisan kalimat indah yang tertera dalam “Management by Love, Membuat Suami dan Orang Lain Mencintai Kita”, sebuah karya Dewi Motik yang dirilis Juni tahun lalu. Dalam buku tersebut, Dewi memberikan inspirasi bagaimana menciptakan keharmonisan dalam rumah tangga. Senyatanya, isi buku tersebut adalah serpihan-serpihan kehidupan rumah tangga Dewi bersama Pramono setelah lebih dari 30 tahun mengarungi bahteranya.

Dewi menginginkan rumah tangganya terbingkai rasa cinta, baik cinta kepada Allah Ta’ala, keluarga, lingkungan, diri, dan profesi. Dengan mencintai Allah Ta’ala berarti mengerjakan semua perintah-Nya dan menjauhi semua larangan-Nya. Dewi meyakini bahwa semua perintah Allah itu pasti baik dan benar. Oleh karena itu, kalau semua anggota keluarganya mencintai Allah, maka otomatis perilaku semua anggota keluarganya pun jauh dari hal yang buruk dan tercela.

Mencintai keluarga merupakan implementasi rasa cinta kepada hamba Allah yang paling dekat. Keluarga bisa berarti orang tua dan saudara-saudara, pasangan hidup dan anak-anak, mertua dan saudara-saudara pasangan. “Tanpa mereka, hidup kita tidak akan seperti ini. Dari keluarga, kita mendapatkan nilai-nilai luhur yang menjadi tuntutan kita dalam menjalani kehidupan. Dari keluarga pula kita mendapatkan curahan kasih sayang yang membuat kita tumbuh menjadi insan yang santun,” papar Dewi.

Begitu pula dengan lingkungan tempat manusia tinggal, sekolah, maupun bekerja. Dari lingkungan, manusia memperoleh tambahan nilai-nilai luhur yang semakin membentuknya menjadi pribadi yang mulia. “Adapun sebagai pekerja, kita harus bisa bekerja dengan sepenuh hati, yaitu dengan mencintai profesi kita. Seberat apa pun tugas kita, jika kita mencintai profesi itu, maka tugas tersebut akan terasa ringan,” tambahnya.

Dan yang tak kalah penting, menurut Dewi, adalah mencintai diri sendiri. Syaratnya adalah mengenali diri sendiri dengan baik. Banyak orang yang tak mengenali dirinya. Akibatnya, dia tidak mengetahui kelebihan dan kekurangannya. Padahal, dengan mengenali kekurangan diri, manusia akan termotivasi untuk belajar dan memperbaiki diri. Adapun dengan mengenali kelebihan diri, manusia akan bersyukur dan berusaha memeliharanya dengan baik.

Begitulah Dewi memaparkan ‘rahasia-rahasia’ keharmonisan keluarganya. Ia begitu yakin dengan kasih, sayang, dan cinta yang terpancar dari setiap anggota keluarganya, maka bahtera rumah tangga pun akan berjalan sesuai keridhaan Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Tips:

Membangun Kerajaan Cinta Dalam Rumah Tangga

  1. Salat berjamaah: Salat merupakan representasi kehidupan sosial dalam rumah tangga. Di dalamnya ada seorang ‘Imam’ yang memimpin para makmum sebagai masyarakat yang siap mendukungnya. Dengan berjamaah, salat tidak hanya memiliki makna kesalehan individu, namun juga mencerminkan aktifitas sosial.
  2. Tangan di atas lebih baik dari tangan di bawah: Islam mengajarkan sikap dermawan kepada siapa pun. Saling tolong dalam hal kebaikan merupakan kunci keharmonisan dalam bermasyarakat. Maka, mendidik anak-anak agar menjadi seorang penyantun berarti mendidik anak-anak menjiwai Islam sesungguhnya.
  3. Komunikasi: Sampaikan setiap pesan atau pun perintah kepada anak dengan bahasa yang santun. Memori anak akan merekamnya hingga ia besar dan ia akan mempraktekannya kelak. Bukankah perkataan lebih tajam dibanding pedang?
  4. Ajarkan Cinta: Orangtua merupakan teladan bagi anak-anaknya. Mengajarkan rasa cinta dengan memberikan contoh perilaku kasih dan sayang kepada mereka dapat membentuk generasi rahmatan lil ‘alamin.
  5. Suami adalah Imam dalam Keluarga: Satu hal yang ditekankan Dewi Motik dalam menjaga keharmonisan rumah tangga, yaitu sikap manut-nya terhadap suami. Meski Dewi begitu dikenal sebagai wanita karir, namun menurutnya, kemandirian serta kematangannya sebagai wanita tak terlepas dari peran suami. “Bagaimana pun, suami adalah Imam dalam keluarga,” tegasnya.


(Disadur dari Majalah Taubah Edisi Maret 2006, Imam Fathurrohman)

Tidak ada komentar: