(5) Poligami atau Zina

Poligami yang dilakukan KH. Abdullah Gymnastiar atau yang biasa disapa Aa Gym memang fenomenal. Bagaimanapun ia adalah sosok idola yang menjadi panutan umat Islam di Indonesia. Ia adalah sosok public figure yang tak hanya dikagumi kalangan umat Islam saja, tapi juga non Muslim.

Juru dakwah yang selalu lemah lembut dalam menyampaikan ceramahnya itu, bahkan diminati juga masyarakat di luar Indonesia. Ia tak jarang menerima undangan ceramah di Malaysia dan negeri Islam lainnya. Khusus bagi jamaah perempuan, Aa Gym dinilai begitu paham menyelami perasaan kaum hawa, sehingga sebagian besar jamaah Aa Gym berasal dari kalangan ini.

Ketika Aa Gym memutuskan untuk menikah lagi, pro dan kontra pun berdatangan. Aa Gym menuai banyak caci maki, baik yang terkirim langsung melalui SMS ke handphone-nya, atau surat pembaca di sejumlah media. Namun, tak jarang pula yang mengirimkan ucapan selamat dan doa atas pernikahan kali kedua tersebut.

Pada waktu yang bersamaan, ketika Aa Gym menuai kontroversi dari banyak pihak, di sisi lain muncul pula perbuatan tak senonoh yang divisualisasikan public figure lainnya. Dua peristiwa yang sungguh-sungguh bertolak belakang!

Untuk kasus kedua ini, masyarakat sempat terhentak kaget, meski hanya sesaat. Mungkin, masyarakat terlanjur mengetahui bahwa di kalangan politisi, tindak asusila menjadi hal yang bukan tabu.

Jika diperhatikan, konsep pergaulan bebas yang mengagungkan perilaku seks bebas, merupakan budaya Barat yang kini telah menyebar ke pelbagai pelosok dunia. Seperti halnya budaya Romawi dan Yunani, kebudayaan Barat pun tak mengenal poligami. Dalam sejarahnya, memang kedua kawasan itu menjadi kiblat bagi peradaban Barat.

Namun anehnya, sistem hukum dan moral mereka malah membolehkan perzinahan, homoseksual, lesbianisme dan gonta ganti pasangan suami isteri. Padahal semua pasti tahu bahwa poligami jauh lebih beradab dari semua itu. Sayangnya, ketika ada orang berpoligami dan mengumumkan kepoligamiannya, semua ikut merasa `jijik`, sementara ketika hampir semua lapisan masyarakat menghidup-hidupkan perzinahan, pelacuran, perselingkuhan, homosek dan lesbianisme, tak ada satu pun yang berkomentar jelek. Di Indonesia sekalipun, masyarakat seolah kompak dan sepakat bahwa perilaku bejat itu adalah `wajar` terjadi sebagai bagian dari dinamika kehidupan modern.

Dr. Yusuf Al-Qaradawi mengatakan bahwa pada hakikatnya apa yang dilakukan oleh Barat pada hari ini dengan segala bentuk pernizahan yang mereka lakukan tidak lain adalah salah satu bentuk poligami juga, meski tidak dalam bentuk formal.

Dan kenyataaannya mereka memang terbiasa melakukan hubungan seksual di luar nikah dengan siapapun yang mereka inginkan. Di tempat kerja, hubungan seksual di luar nikah menjadi sesuatu yang lazim dilakukan oleh mereka, baik dengan sesama teman kerja, atau antara atasan dan bawahan atau pun klien mereka. Di tempat umum mereka terbiasa melakukan hubungan seksual di luar nikah baik dengan wanita penghibur, pelayan restoran, artis, dan selebritis.

Di sekolah pun mereka menganggap wajar bila terjadi hubungan seksual baik sesama pelajar, antara pelajar dengan guru atau dosen, antar karyawan dan seterusnya. Bahkan di dalam rumaah tangga pun mereka menganggap boleh dilakukan dengan tetangga, pembantu rumah tangga, sesama angota keluarga atau dengan tamu yang menginap.

Perilaku demikian tidaklah mengada-ada karena secara jujur dan polos mereka akui sendiri dan tercermin dalam film-film Hollywood di mana hampir selalu dalam setiap kesempatan mereka melakukan hubungan seksual dengan siapa pun.

Jadi peradaban barat membolehkan poligami dengan siapa saja tanpa batas, bisa dengan puluhan bahkan ratusan orang yang berlainan. Dan sangat besar kemungkinannya mereka pun telah lupa dengan siapa saja pernah melakukannya karena saking banyaknya. Dan semua itu terjadi begitu saja tanpa pertanggung-jawaban, tanpa ikatan, tanpa konsekuensi dan tanpa pengakuan. Apabila terjadi kehamilan, sama sekali tidak ada konsekuensi hukum untuk mewajibkan bertanggung-jawab atas perbuatan itu.

Poligami tidak formal alias seks di luar nikah itu alih-alih dilarang, malah sebaliknya dilindungi dan dihormati sebagai hak asasi. Lucunya, banyak negara yang mengharamkan poligami formal yang mengikat dan menuntut tanggung jawab, sebaliknya seks bebas yang tidak lain merupakan bentuk poligami yang tidak bertanggung jawab malah dibebaskan, dilindungi dan dihormati.

Untuk kasus ini, Syiekh Abdul Halim Mahmud menceritakan sebuah kejadian lucu yang terjadi di sebuah negeri sekuler di benua Afrika. Ada seorang tokoh Islam yang menikah untuk kedua kalinya (berpoligami) secara syah menurut aturan syar`i. Namun berhubung negeri itu melarang poligami secara tegas, maka pernikahan itu dilakukan tanpa melaporkan kepada pemerintah.

Rupanya, inteljen sempat mencium adanya pernikah itu dan setelah melakukan pengintaian intensif, dikepunglah rumah tokoh ini dan diseretlah dia ke pengadilan untuk dijatuhi hukuman seberat-beratnya. Melihat situasi yang timpang seperti ini, maka akal digunakan. Tokoh ini dengan kalem menjawab bahwa wanita yang ada di rumahnya itu bukan isterinya, tapi teman selingkuhannya. Agar tidak ketahuan isteri pertamanya, maka mereka melakukannya diam-diam.

Mendengar pengakuannya, kontan saat itu juga pihak pengadilan atas nama pemerintah meminta maaf yang sebesar-besarnya atas kesalah-pahaman itu. Dan memulangkannya dengan baik-baik serta tidak lupa tetap meminta maaf atas insiden itu.

Lalu, bagaimana halnya di Indonesia yang kini tengah diramaikan juga perilaku perselingkuhan para pejabatnya? Sebagai negeri dengan umat Islam terbesar di dunia, hal tersebut merupakan aib yang tak bisa ditolerir. Poligami dan perzinahan menjadi dua kubu yang mendapatkan respon berbeda di kalangan masyarakat. Saat ini, masyarakat Indonesia tengah berkaca pada peristiwa poligami dan perzinahan yang sama-sama dilakukan public figure.

Memerhatikan kedua peristiwa di atas, seolah-olah Allah Swt. membuka mata masyarakat Indonesia, khususnya umat Islam, bahwa ada sejumlah pilihan dalam menghadapi inti kasus yang sama: poligami dan perzinahan merupakan dua cara yang berbeda untuk menyalurkan hasrat seksual. Pertanyaannya adalah, apakah poligami yang menjadi pilihan atau perzinahan?

Meski poligami menjadi jalan keluar bagi penyaluran hasrat seksual, namun sejatinya ia harus dipahami sebagai emergency exit: sebuah pilihan terakhir! Dan yang mesti dipahami pula bahwa berpoligami memiliki persyaratan yang tak mudah untuk dilakukan. Berserah diri kepada Allah Swt. merupakan cara yang tepat ketika seseorang yang melakukan poligami mengharap keadilan.

Umat Islam dapat mengambil hikmah atas fenomena poligami ini, dan menjadikannya ibrah untuk terus mengukur diri dan memacu diri menjadi hamba yang mulia di sisiNya. Wallahu A’lam Bishshawab.


(Sumber: Buku “Tak Ingin Poligami Tapi Harus Poligami”, Imam Fathurrohman)

Tidak ada komentar: